Sabtu, 14 September 2013

Sebuah pernyataan

     Erfan menunggu diruang tamu hingga lewat jam makan malam. Matahari sudah terbenam dua jam yang lalu , dan perutnya sudah keroncongan , tapi Vhia belum pulang juga. Sesekali deru mesin mobil atau langkah kaki membuatnya terjaga , namun Vhia tidak kunjung datang.
      Kata-kata Chika terus mengganggu pikirannya , membuatnya bingung dan serba salah. Dia sudah memikirkannya matang-matang , juga mempertimbangkan masak-masak segala kemungkinan yang ada jika dia mengakui perasaan pada Vhia. Dia rela mengambil resiko itu. Dan yang paling penting , Erfan ingin berhenti pura-pura.
      Vhia , gue sayang lo.
       Erfan mengakuinya. Entah sejak kapan , entah mengapa dan entah bagaimana , dia tidak tau. Yang diketauinya adalah , dia mencintai Vhia , dan apa pun yang terjadi , dia akan terus menyayanginya seperti itu. Apa pun jawabannya nanti , Erfan hanya ingin melepaskan pernyataan itu dari hati kecilnya. Tidak ingin membohongi Vhia lagi sebagai kedok persahabatan.
             Deru mobil terdengar dikejauhan. Erfan menunggu , tidak lama kemudian didengarnya langkah kaki Vhia mendekat. Sebelum kehilangan keberanian , Erfan buru-buru berkata,
            “Vhia , gue pengen bilang sesuatu sama lo. Penting !”
             Vhia mengambil tempat disebelahnya , memeluk lutut dengan ekspresi yang sulit dibaca. Tampaknya dia tidak memperhatika raut wajah Erfan yang cemas.
“Aku juga , Fan. Tau nggak ? Barusan Niki minta aku jadi pacarnya , dan aku bilang iya”. Senyuman melebar , lalu Vhia menoleh dan menatap Erfan dengan raut tidak percaya. Rasanya nggak nyangka , sesuatu yang dari dulu kuimpikan sekarang jadi kenyataan.
Erfan hanya bisa menelan kembali kata-kata yang belum sempat diucapkan. Momen yang dipersiapkannya sejak tadi lenyap begitu saja. “Oh ya ?”
  Vhia tertawa kecil. “Kok , ekspresinya datar , sih ?” Mestinya , kamu seneng , Fan , sahabatmu ini udah dewasa. Udah bisa nemuin kebahagiaannya sendiri. Sekarang nggak akan manja dan ngerepotin kamu lagi untuk urusan-urusan kecil , dan kamu nggak usah ngomel lagi karena aku lelet atau berat-beratin boncengan sepeda kamu setiap hari”.
            Erfan tidak tau bagaimana harus menjawab. Sebenarnya , Erfan ingin sekali mengatakan bahwa Niki bukanlah orang yang tepat untuk Vhia , juga ingin menyampaikan perasaannya sendiri. Tapi , ekspresi gembira diwajah Vhia membuatnya bungkam. Kata-kata yang akan diucapkannya hanya akan melukai gadis itu , dan Erfan tidak ingin melakukannya.
            Dipaksakannya seulas senyum. “Jadi , gue harus bilang apa ? Selamat......?”
            Vhia mengangguk bahagia. “Kamu orang pertama yang kukasih tau”. Ditariknya Erfan mendekat dan dipeluknya erat-erat. “Thanks ya , Fan. Kamu memang teman yang baik walau suka nyolot , galak dan sensi. Selamanya kamu akan jadi sahabat Vhia yang terbaik , ya kan ?
             Erfan tersenyum pahit , untuk segala sesuatu yang sudah terlambat. “Ingat janji kita waktu itu ?” kata Vhia.
             Erfan ingat. “Waktu itu gue bilang kalau lo pasti lebih dulu jatuh cinta dibandingkan gue”. Vhia tersenyum. “Kamu benar , Fan. Dan ternyata jatuh cinta itu benar-benar menyenagkan. Kamu akan ngerti maksudku kalu kamu mengalaminya nanti.
             Erfan memandang Vhia yang melonjak-lonjak ringan diatas kursi , wajahnya tidak pernah tampak sebahagia sekarang.
      Lo salah , Vhia. Yang duluan jatuh cinta di antara kita ternyata bukan lo , tapi gue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar