Erfan menunggu diruang tamu hingga lewat jam
makan malam. Matahari sudah terbenam dua jam yang lalu , dan perutnya sudah
keroncongan , tapi Vhia belum pulang juga. Sesekali deru mesin mobil atau
langkah kaki membuatnya terjaga , namun Vhia tidak kunjung datang.
Kata-kata Chika terus
mengganggu pikirannya , membuatnya bingung dan serba salah. Dia sudah
memikirkannya matang-matang , juga mempertimbangkan masak-masak segala
kemungkinan yang ada jika dia mengakui perasaan pada Vhia. Dia rela mengambil
resiko itu. Dan yang paling penting , Erfan ingin berhenti pura-pura.
Vhia , gue sayang lo.
Erfan mengakuinya.
Entah sejak kapan , entah mengapa dan entah bagaimana , dia tidak tau. Yang
diketauinya adalah , dia mencintai Vhia , dan apa pun yang terjadi , dia akan
terus menyayanginya seperti itu. Apa pun jawabannya nanti , Erfan hanya ingin
melepaskan pernyataan itu dari hati kecilnya. Tidak ingin membohongi Vhia lagi
sebagai kedok persahabatan.
Deru mobil
terdengar dikejauhan. Erfan menunggu , tidak lama kemudian didengarnya langkah
kaki Vhia mendekat. Sebelum kehilangan keberanian , Erfan buru-buru berkata,
“Vhia , gue
pengen bilang sesuatu sama lo. Penting !”
Vhia mengambil
tempat disebelahnya , memeluk lutut dengan ekspresi yang sulit dibaca.
Tampaknya dia tidak memperhatika raut wajah Erfan yang cemas.
“Aku juga , Fan. Tau nggak ? Barusan Niki minta aku jadi pacarnya
, dan aku bilang iya”. Senyuman melebar , lalu Vhia menoleh dan menatap Erfan
dengan raut tidak percaya. Rasanya nggak nyangka , sesuatu yang dari dulu
kuimpikan sekarang jadi kenyataan.
Erfan hanya bisa menelan kembali kata-kata yang belum sempat
diucapkan. Momen yang dipersiapkannya sejak tadi lenyap begitu saja. “Oh ya ?”
Vhia tertawa kecil. “Kok , ekspresinya datar
, sih ?” Mestinya , kamu seneng , Fan , sahabatmu ini udah dewasa. Udah bisa
nemuin kebahagiaannya sendiri. Sekarang nggak akan manja dan ngerepotin kamu
lagi untuk urusan-urusan kecil , dan kamu nggak usah ngomel lagi karena aku
lelet atau berat-beratin boncengan sepeda kamu setiap hari”.
Erfan tidak tau bagaimana harus
menjawab. Sebenarnya , Erfan ingin sekali mengatakan bahwa Niki bukanlah orang
yang tepat untuk Vhia , juga ingin menyampaikan perasaannya sendiri. Tapi ,
ekspresi gembira diwajah Vhia membuatnya bungkam. Kata-kata yang akan
diucapkannya hanya akan melukai gadis itu , dan Erfan tidak ingin melakukannya.
Dipaksakannya seulas senyum. “Jadi
, gue harus bilang apa ? Selamat......?”
Vhia mengangguk bahagia. “Kamu
orang pertama yang kukasih tau”. Ditariknya Erfan mendekat dan dipeluknya
erat-erat. “Thanks ya , Fan. Kamu memang teman yang baik walau suka nyolot ,
galak dan sensi. Selamanya kamu akan jadi sahabat Vhia yang terbaik , ya kan ?
Erfan tersenyum pahit , untuk
segala sesuatu yang sudah terlambat. “Ingat janji kita waktu itu ?” kata Vhia.
Erfan ingat. “Waktu itu gue bilang
kalau lo pasti lebih dulu jatuh cinta dibandingkan gue”. Vhia tersenyum. “Kamu
benar , Fan. Dan ternyata jatuh cinta itu benar-benar menyenagkan. Kamu akan
ngerti maksudku kalu kamu mengalaminya nanti.
Erfan memandang Vhia yang
melonjak-lonjak ringan diatas kursi , wajahnya tidak pernah tampak sebahagia
sekarang.
Lo salah ,
Vhia. Yang duluan jatuh cinta di antara kita ternyata bukan lo , tapi gue.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar